Mari Berguru Sejarah Monumen Mandala Di Makassar Terbaru 2019


Monumen Pembebasan Irian Barat atau lebih dikenal sebagai Monumen Mandala yakni pengingat atas keberhasilan Indonesia merebut pulang (pembebasan) daerah Irian Barat -sekarang Papua- yg bergolak pada 1962 ke pangkuan Ibu Pertiwi. Ketika itu Indonesia masih dipimpin presiden pertama RI, Soekarno. 
mandala-monumen-co.jpg
Meskipun Indonesia sudah memproklamirkan kemerdekaan hampir 20 tahun, tetapi Belanda masih menguasai wilayah Irian Barat. Tinggi Menara Monumen yang mencapai ketinggian 62 meter merupakan simbol tahun 1962, tahun terjadinya usaha pembebasan Irian Barat.
DAFTAR ISI

Sejarah Berdirinya Monumen Mandala

Sejarah mencatat, perundingan yang dilakukan pemerintah Indonesia menggunakan pihak Belanda buat membebaskan Irian Barat ketika itu semuanya kandas dan berakhir sia-sia tanpa output. Akhirnya, pemerintah menggunakan kekuatan militer; Presiden Soekarno pada Desember 1961 mencetuskan Tiga Komando Rakyat atau Trikora. Soekarno mengumumkan aplikasi Trikora pada Alun-alun Utara Yogyakarta, serta mengangkat Mayor Jenderal Soeharto menjadi panglima serta Komando Mandala. Tugas komando ini yakni merencanakan, mempersiapkan, serta menyelenggarakan operasi militer buat menggabungkan Papua bab Barat menggunakan Indonesia. Guna melancarkan operasi militer ini Indonesia membeli berbagai macam alat-alat militer menurut Uni Soviet, diantaranya:

41 Helikopter MI-4 (angkutan ringan),
9 Helikopter MI-6 (angkutan berat),
30 pesawat jet MiG-15,
49 pesawat buru sergap MiG-17,
10 pesawat buru sergap MiG-19,
20 pesawat pemburu supersonik MiG-21,
12 kapal selam kelas Whiskey,
puluhan korvet, dan
1 buah Kapal penjelajah kelas Sverdlov (yang diberi nama sinkron dengan daerah target operasi, yaitu KRI Irian).

Dari jenis pesawat pengebom, terdapat 22 unit pesawat pembom ringan Ilyushin Il-28, 14 pesawat pembom jarak jauh TU-16, dan 12 pesawat TU-16 versi maritim yg dilengkapi dengan persenjataan peluru kendali anti kapal (rudal) air to surface jenis Alaihi Salam-1 Kennel. Sementara menurut jenis pesawat angkut masih ada 26 pesawat angkut ringan jenis IL-14 serta AQvia-14, 6 pesawat angkut berat jenis Antonov An-12B protesis Uni Soviet serta 10 pesawat angkut berat jenis C-130 Hercules protesis Amerika Serikat. Semua potensi nasional kala itu dimobilisasi. Mulai sentra hingga wilayah, berkemas-kemas melaksanakan langkah militer buat merebut Irian Barat. Soekarno membangun Komando Mandala yg besifat adonan. Setelah itu melantik Brigjen Soeharto sebagai Deputi Wilayah Indonesia Timur dan Panglima Komando Mandala sesudah pangkatnya dinaikkan sebagai Mayjen.
Desain Monumen

Desain monumen yg dibuat menggunakan bentuk segi 3 sama sisi menyimbolkan Tiga Komando Rakyat (Trikora). Pada bab bawah monumen, terdapat relief pengecap api yg sebagai simbol semangat dari Trikora, sementara relief sama di bab atas melambangkan semangat yg tidak pernah padam. Lalu ada pula 27 patung batang bambu runcing menjadi simbol instrumen usaha fisik masyarakat saat itu. Monumen juga dilingkupi oleh kolam yg berarti kejernihan berpikir yang absolut dimiliki pada setiap perjuangan. Sayang, syarat monumen terlihat kurang mendapat perawatan. Dinding menara serta beberapa bab monumen ditumbuhi lumut serta semak, begitu juga kolam air yang mengelilingi monumen sudah nir berfungsi lagi.

Apabila Anda melihat pada ketinggian zenit menara, pada sana terlihat sebuah harde (penangkal petir) yg seolah hendak menusuk langit; bermakna asa tinggi yg hendak diraih. Ada sebuah lift yg disiapkan buat mengangkut pengunjung naik ke ruangan pengawas di puncak menara. Untuk masuk dan menikmati pemandangan berdasarkan ketinggian, pengunjung dikenai tarif Rp 10.000 per orang. Biasanya lift akan dioperasikan jikalau pengunjung datang secara berombongan. Sayang ketika VERSI berkunjung, lift belum bisa difungsikan. Menurut Anwar, security monumen, lift masih pada pemugaran. Keseluruhan tinggi monument Mandala mencapai 75 meter, terdiri empat lantai.

Lantai pertama menggambarkan bisnis jagoan lokal, sementara lantai 2 mendeskripsikan usaha jagoan nasional. Di areal tersebut jua masih ada beberapa bangunan lain, ibarat galeri, serta ruang rendezvous. Khusus galeri, saat ini difungsigandakan menjadi Sekretariat Dewan Kerajinan Nasional Indonesia Daerah Sulsel. Sementara ruang rendezvous masih sering dipakai, ibarat seminar serta aktifitas homogen lainnya. Ruang pertemuan ini disewakan serta terdapat pengelola khusus yg menanganinya. Tepat pada belakang monumen, masih ada anjung pertunjukan yg biasa dipakai band-band lokal maupun nasional menghibur penggemarnya. Panggung itu berhadapan dengan 3 tribun buat penonton. Dua tribun penonton biasa, serta satu tribun pada bab tengah diapit sang 2 tribun biasa, terdapat jua tribun buat tamu spesifik atau very important person. Saat gesekan pena ini dibentuk, anjung pertunjukan tadi sedang direnovasi. Terlihat beberapa bab masih pada termin penyelesaian.

12 diorama

Terdapat 12 diorama, tiga relief serta 3 replika pakaian pejuang Abad XVII s/d XVIII. Diorama pada lantai satu menceritakan ihwal bisnis di kawasan Sulawesi, berikut penjelasan setiap diorama :

Diorama 1
Melukiskan Perang Makassar melawan Belanda, tahun 1668. Pertempuran terdahsyat yg pernah terjadi di Indonesia, mempertahankan Benteng Somba Opu, sentra Kerajaan Gowa di Makassar berdasarkan gempuran Belanda, dipimpin Speelman beserta sekutunya (Pasukan Bone yg dipimpin Arungpalakka, pasukan Buton dan Ambon) sementara masyarakat Gowa dan sekutunya di bawah pimpinan Sultan Hasanuddin. Akhir dari pertempuran itu, 24 Juni 1669 Benteng Somba Opu jatuh ke tangan Belanda. Belanda memberi julukan “AYAM JANTAN BENUA TIMUR” pada Sultan Hasanuddin.

Diorama 2
Melukiskan Perlawanan Rakyat Wajo Terhadap Belanda, tahun 1716-1741. Pertempuran sengit ditepi sungai Topace’do,Tonrange-Tosora dalam Tanggal tiga Maret 1741 digambarkan pada diorama ini. Di bawah Pimpinan Lamadukelleng, selaku Arung Matoa Wajo memimpin perlawanan warga Wajo melawan pasukan Belanda yg dipimpin Gubernur Admiral Smout. Lamadukelleng beserta rakyatnya berhasil memukul mundur dan membunuh 100 tentara Belanda.

Diorama 3
Melukiskan Perlawanan Rakyat Mandar, tahun 1890. Belanda berusaha menguasai kawasan Mandar penghasil kopra terbesar pada Sulawesi Selatan. Di antara kerajaan-kerajaan Mandar, Kerajaan Balanipa adalah basis terkuat perlawanan warga Mandar pada menolak kekuasaan Belanda. Belanda mengajak Maradia Tokape berdasarkan Balanipa buat kerjasama, namun ternyata undangan tersebut ditolak, bahkan Maradia melaksanakan perlawanan terhadap Belanda dengan menghadang pasukan Belanda yg mendarat di Majene. Meskipun istana dipertahankan dengan sengit hasilnya Maradia Tokape bersama pasukan pengawalnya berhasil ditangkap Belanda yg lalu dibawah ke Makassar selanjutnya ke Jakarta, dan hasilnya dibuang ke Pacitan, Jawa Timur.

Diorama 4
Melukiskan Perlawanan masyarakat Bone, tahun 1905. Dalam upaya melumpuhkan kekuatan Kerajaan Bone, Belanda berkali-kali mengadakan penyerangan terhadap Bone yang dikenal dengan sebutan Bonische Expeditio atau Ekspedisi Bone, sebuah bentuk penyerangan yang dilaksanakan Belanda melalui bahari. Kerajaan Bone diperintah oleh Lapawawoi Karaeng Segeri, Raja Bone yang ke-31, Ia bergerilya mencakup daerah Bone, Wajo, Sidenreng Rappang serta Pare-Pare (berdasarkan Watanpone hingga pantai Makassar) dengan cara ditandu alasannya yakni usia lanjut dengan dikawal putranya sendiri berjulukan Petta Punggawa. Dalam pertempuran pada Batu tempat Pitturiase Wilayah Kerajaan Sidenreng putranya yg setia meninggal serta Karaeng Segeri berhasil ditangkap nir jauh berdasarkan tempat putranya mangkat . Akhirnya Ia diasingkan ke Bandung terus ke Jakarta serta Meninggal pada Tanggal 17 Januari 1911 di Jakarta.

Diorama 5
Melukiskan Perlawanan Rakyat Tana Toraja, tahun 1906. “Moka ulungku, moka lettekku, Naparenta tobuta” yang adalah: Kaki serta Tanganku Tak Mau Di jajah sang Orang Buta (Belanda), itulah ucapan Pongtiku saat dia menolak panggilan Belanda, konsekuensinya Pongtiku harus berkemas-kemas mendapatkan agresi Belanda. Dan terjadilah pertempuran Bulan Juni 1906 pada Desa Ledan. Pongtiku juga melaksanakan perang gerilya, berpindah-pindah berdasarkan satu kubu ke kubu yg lain, menurut Gunung Kado ke Rinding Allo, hasilnya pindah ke Lali’Londong. Pada lepas 7 Juli 1907 Ambo Dake yg diutus sang Puang Pandanan menemui Pongtiku Di Gua Batu tempat persembunyiannya, rahasia dibuntuti pasukan Belanda dan berhasil menyergap Pongtiku saat keluar menurut Gua, kemudian pada bawa ke Rantepao. Tiga hari kemudian, lepas 10 Juli 1907 Pongtiku ditembak tewas sang Belanda ditepi Sungai Sa’dang di pinggir kota Rantepao.

Diorama 6
Melukiskan Serangan Umum Terhadap Kota Palopo, 23 Januari 1946. Ada 2 alasan rakyat Luwu melancarkan serangan umum terhadap Kota Palopo lepas 23 Januari 1946. Pertama, ikut sertanya tentara NICA atau (KNIL) menggunakan membonceng pasukan sekutu (Australia) yang datang ke Palopo buat menjemput dan mengambil tawanan serta senjata Jepang. Kedua, yakni kemarahan warga terhadap tindakan patroli KNIL yg mengotori Masjid BUA dengan sisa-residu masakan kaleng, merobek­-robek Al Qur’an dan memukuli pegawai masjid menggunakan gagang senapan. Serangan umum dilancarkan selesainya ultimatum yg diberikan ternyata tidak dipatuhi sang sekutu yakni supaya tentara KNIL ditarik masuk kedalam tangsinya. Serangan umum dipelopori oleh Andi Jemma Datu Luwu, M. Yusuf Ariel dll, dan berhasil menghancurkan pasukan kecil sekutu yang terdapat di Kota Palopo.

Diorama 7
Melukiskan Perlawanan Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia (Lapris) di Polombangkeng, Mei 1946. Pada tanggal 17 Juli 1946 terbentuk organisasi laskar Pemberontak Rakyat Indonesia:(LAPRIS), dimana Ranggong Daeng Romo ditunjuk menjadi pimpinannya dibantu sang Makkaraeng Daeng Mandjaruni, Robert Wolter Monginsidi serta lain-lain. Pada lepas 27 Februari 1947 Subuh datang-datang markasnya yang berada di atas Gunung Lengkese-Polombangkeng diserang pasukan KNIL. La mengadakan perlawanan hingga titik darah penghabisan, dan gugur bahu-membahu prajuritnya sebagai Kusuma Bangsa.

Diorama 8
Melukiskan Pelantikan Laskar Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS), 1946. KRIS sebagai bab berdasarkan laskar seberang di Istana Yogyakarta. Badan perjuangannya dibuat pada Jakarta lepas 10 Oktober 1945 oleh Barth Ratulangi, H. M. Idrus GP, Boece Waworuntu dll. KRIS didirikan buat menyalurkan semangat juang para cowok Sulawesi yg terdapat di Jawa pada satu barisan menjadi spontanitas keikutsertaan mempertahankan kedaulatan RI, KRIS merupakan tindak lanjut menurut APIS (Angkatan Pemuda Indonesia Sulawesi) yg sebelumnya yakni GEPIS (Gerakan Pemuda-Pemuda Indonesia Sulawesi) yaitu Organisasi Pemuda-Pemuda Sulawesi yang terdapat pada Jakarta.

Diorama 9
Melukiskan Peristiwa korban 40.000 jiwa, 1946-1947. Pada lepas 11 Desember 1946 sampai dengan pertengahan Maret 1947 pada kawasan Sulsel meliputi Kota Makassar, Pare-Pare, Bantaeng serta Mandar sudah terjadi suatu insiden penghilangan nyawa masyarakat pejuang secara biadab sang pasukan kolonialis Belanda pada bawah pimpinan Capt Westerling. Aksi Westerling ini diperkirakan telah menelan korban lebib kurang 40.000 jiwa, termasuk yang hilang. Beberapa tokoh masyarakat korban kekejaman WESTERLING ini antara lain Datu Suppa “Andi Makkasau” serta pemimpin pemerintahan RI di Pare-Pare Andi Bau Massepe sedangkan salah satu perempuan yang relatif gigih menentang, kekejaman ini adalah Ibu Depu (Ibu Agung).

Diorama 10
Melukiskan konferensi Kelaskaran Sulawesi-Selatan, 20 Januari 1947. Pada tanggal 20 Januari 1947 pada Desa Pacekke, Kabupaten Barru telah berlangsung suatu Konferensi Rakyat Pejuang menggunakan maksud pembentukan TRI di Sulsel serta Tenggara. Rapat dipimpin sang Andi Mattalatta selaku pengemban mandat dari panglima besar Jenderal Sudirman. Konferensi ini berjalan menggunakan baik serta berhasil menciptakan Tri Divisi Hasanuddin, Yang terdiri menurut 3 Resimen Yaitu:
1. Resimen I / Bade Massepe;
2. Resimen II / Andi Padjonga;
3. Resimen III / Andi Djemma.
Pada kesempatan itu dilantik jua para perwira dalam jajaran Tri
Divisi Hasanuddin.

Diorama 11
Melukiskan Kepahlawanan Robert Wolter Monginsidi pada Sulawesi selatan, 1949.
“Setia Hingga Terakhir pada Dalam Keyakinan” Inilah tabrakan pena terakhir Wolter Monginsidi sebelum beliau gugur sebagai pahlawan. Ia sebagai buruan Belanda angka satu ketika pada bulan Juni 1946 dibentuk Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia (LAPRIA) yg mempersatukan 19 kelaskaran pada kawasan kurang lebih­ Makassar pada bawah pimpinan Ranggong Daeng Romo, ad interim Wolter Monginsidi dipilih sebagai Sekretaris Jenderalnya. Dalam perjuangannya Wolter pantang menyerah. Dua kali dia ditangkap oleh Belanda. Pertama pada tanggal 28 Februari 1947, kemudian dipenjarakan di Hogepad dalam tanggal 26 Oktober 1947; dia ditangkap balik pada Maret 1949. Dihadapkan ke depan pengadilan kolonial serta dijatuhi hukuman tembak meninggal pada dini hari lima September 1949. Ia masih sempat menuliskan kata-kata pada atas menjadi jawabannya.

Diorama 12
Melukiskan Peristiwa Andi Azis, lima April 1950. Tanggal 30 Maret 1950 satu Kompi KNIL dibawah Capt Andi Azis di Makassar melebur diri ke dalam APRIS. Namun tanggal 5 April 1950 mereka memberontak. Mereka menyerang markas Polisi Militer di Makassar serta menangkap Letnan Kolonel A. J. Mokoginta. Pemerintah mengeluarkan ultimatum supaya pada saat 4 x24 jam Andi Azis menghadap ke Jakarta. Lantaran ultimatum itu nir diindahkan, APRIS mengirimkan pasukan ekspedisi di bawah pimpinan Kolonel A. E. Kawilarang. Satuan-Satuan yg turut adalah Brigade Mobil Divisi IV Jawa Barat serta satu Batalyon di bawah pimpinan Mayor Andi Mattalatta. Pasukan diangkut dengan kapal-kapal APRIS dan mendarat pada Makassar dalam lepas 26 April 1950. Tetapi sebelum pasukan mendarat, Andi Azis telah menyerahkan diri ke Jakarta.

Sementara di lantai dua juga berisi relief dan diorama yg merupakan penjelasan sejarah seputar usaha pembebasan Irian Barat. Sama dengan lantai satu, lantai 2 pula mempunyai 12 diorama. Tiga relief yg ada pada lantai dua ini menggambarkan sidang atau kedap persiapan membahas seni administrasi pembebasan Irian Barat, ada relief Trikora, serta relief Jer Basuki Mawa Bea. Sementara lantai 3 berisi replika sandang pasukan dalam ketika usaha pembebasan Irian Barat.
Sumber : majalahversi

Lokasi Monumen

Monumen Mandala terletak pada Jl Jenderal Sudirman, lokasinya hanya 200 meter sebelah selatan titik nol kilometer Kota Makassar, Lapangan Karebosi. Dari Pelabuhan Soekarno-Hatta Makassar, Monumen Mandala berjarak 3,1 km menggunakan ketika tempuh sekira 7 mnt. Dan menurut Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, monumen ini berjarak 20,6 km menggunakan waktu tempuh sekira 30 menit.

Mari Berguru Sejarah Monumen Mandala Di Makassar Terbaru 2019Monumen Pembebasan Irian Barat atau lebih dikenal sebagai Monumen Mandala yakni pengingat atas keberhasilan Indonesia merebut pulang (pemb...

Artikel Terkait

Berikan Komentar

  1. Untuk menulis kode gunakan <i>KODE</i>
  2. Untuk menyisipkan kode ke dalam Syntax Highlighter gunakan <em>KODE YANG LEBIH PANJANG</em>
  3. Kode harus di-parse terlebih dulu agar bisa ditulis.
  4. Centang Notify me untuk mendapatkan notifikasi balasan komentar melalui Email.
histats