M A K A L A H
ULUMUL QUR’AN
“QIRA’AH SAB’AH
DI SUSUN OLEH KELOMPOK 14 :
1. AMIRUDDIN
2. DEVI WAHYUDIN
3. HIDAYATUL MUSTAFID
4. ISKHAQUL HUDA
5. NENENG FAUZIAH
6. ROHAETI
PAI-G/II
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI “SMH”
SERANG - BANTEN
2012/2013
KATA
PENGANTAR
Puji dan Syukur kami
haturkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya yang begitu
besar, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ULUMUL QUR’AN yang berjudul “QIRA’AT
SAB’AH“ ini dapat diselesaikan tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Shalawat serta salam
semoga tetap terlimpahkan kepada Junjungan kita Rasulullah SAW yang mana telah
membawa kita semua dari zaman jahiliyah menuju zaman yang terang benderang
seperti saat ini.
Kami mengucapkan
terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah
ini. Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh
karena itu, kepada para pembaca kami mengharapkan saran dan kritik demi
kesempurnaan makalah yang kami buat selanjutnya. Semoga makalah ini benar-benar
bermanfaat bagi para pembaca dan khususnya bagi kami.
Kami berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua yang membacanya dan dapat
sedikit mewujudkan pengetahuan didalam lembaran ini.
Serang, 15 Mei 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
........................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ................................................................................. 1
B. RUMUSAN MASALAH ............................................................................ 2
C. TUJUAN MAKALAH ................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN
QIRA’AT SAB’AH ................................................................................................. 3
A. PENGERTIAN QIRA’AT SAB’AH........................................................... 3
B. LATAR BELAKANG TIMBULNYA PERBEDAAN QIRA’AT
............ 4
C. DASAR HUKUM ........................................................................................ 5
D. MACAM-MACAM QIRA’AT .................................................................... 5
E. HIKMAH MEMPELAJARI QIRA’AT ...................................................... 10
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan ................................................................................................... 11
2. Daftar Pustaka .............................................................................................. 12
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Al-qur’an adalah kalammullah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril sebagai
mu’jizat. Al-Qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin yang merupakan
dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal, baik aqidah, ibadah, etika,
mu’amalah dan sebagainya. Selain sebagai sumber ilmu, Al Qur’an juga mempunyai
ilmu dalam membacanya.
Dalam surat Al Isra’, Alloh SWT
telah berfirman :
Artinya : “Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang
lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang
mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (QS.
Al-Isra’:9)
Juga telah di sebutkan dalam sebuah
hadits, Sabda Rasulullah SAW : “Orang
yang membaca satu huruf dari Kitabullah maka baginya satu kebaikan dan setiap
kebaikan setara dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif laam
miim satu huruf akan tetapi alih satu huruf, laam satu huruf dan miim satu
huruf.” (HR. Tirmidzi)
Begitu besar keagungan Al
Qur’an sampai – sampai dalam membacanya pun harus disertai ilmu membaca yang di sebut ilmu qiro’at,
karena di kawatirkan apabila dalam membaca Al Qur’an tidak disertai ilmunya
akan berakibat berubahnya arti, maksud
serta tujuan dalam setiap firman yang tertulis dalam Al Qur’an.
Selain ilmu qiro’at, Al Qur’an juga
suatu rangkain kalimat yang serasi satu dengan yang lainnya. keserasian kalimat
antar kalimat, ayat antar ayat sampai kepada surat antar surat membuat Al
Qur’an di juluki suatu rangkain syair yang begitu indah mustahil untuk di
serupai. dalam rangkaian Ulumul Qur’an, keserasian dalam Al Qur’an di sebut
Munasabah Al Qur’an.
B.
RUMUSAN MASALAH
- Apa pengertian Qira’at Sab’ah?
- Ada barapa macam-macam Qira’ah?
- Apa hikmah dari adanya Qira’at?
C.
TUJUAN MAKALAH
- Memahami pengertian Qiro’at Sab’ah.
- Untuk mengetahui macam-macam Qiro’at serta imamnnya.
- Untuk Mengetahui Hikmah dari adanya Qira’at.
BAB II
PEMBAHASAN
QIRA’AT SAB’AH
A.
PENGERTIAN
QIRA’AT SAB’AH
Qira’at merupakan cabang ilmu tersendiri
dalam ulumul Qur'an. Ilmu Qira’at tidak mempelajari halal-haram atau
hukum-hukum tertentu. Menurut bahasa قراءات adalah bentuk jamak dari قراءة yang
merupakan isim masdar dari قرأ yang artinya "Bacaan".
Adapun menurut istilah, ilmu qira′at
adalah Ilmu yang membahas tentang tata cara pengucapan kata-kata Al-Qur`an
berikut cara penyampaiannya, baik yang disepakati (ulama ahli Al-Qur`an )
maupun yang terjadi dengan menisabkan setiap wajah bacaannya kepada seorang Iman
Qiro’at.
Qira’at adalah bentuk ucapan (pengucapan)
kalimat Al Qur’an yang didalamnya termasuk perbedaan-perbedaan yang bersumber
dari Rosululloh SAW. Tiap-tiap Qiraat yang disandarkan pada seorang Imam
memiliki kaidah-kaidah bacaan tertentu dan juga memiliki rumusan-rumusan tajwid
yang berbeda-beda dalam rangka untuk membaguskan bacaannya. Dari sini dapat
dikatakan bahwa Qira’at dan tajwid merupakan dua ilmu yang berbeda tetapi
sangat berkaitan erat. Ilmu Qira’at mengenai bentuk peengucapan bacaan, sedangkan
ilmu tajwid bagaimana mengucapkan dengan baik.
Qiro’at
Sab’ah atau Qiro’at Tujuh adalah macam cara membaca Al-Qur’an yang berbeda. Disebut
qiro’at tujuh karena ada tujuh imam qiro’at yang terkenal masyhur yang
masing-masing memiliki langgam bacaan tersendiri. Tiap imam qiro’at memiliki
dua orang murid yang bertindak sebagai perawi. Tiap perawi tersebut juga
memiliki perbedaan dalam cara membaca Qur’an, Sehingga ada empat belas cara
membaca al-qur’an yang masyhur. Perbedaan cara membaca itu sama sekali bukan dibuat-buat,
baik dibuat oleh imam Qiro’at maupun oleh perawinya. Cara membaca tersebut
merupakan ajaran Rasulullah dan memang seperti itulah Al-Qur’an diturunkan. Jadi,
kesemuannya ini adalah bacaan-bacaan al Quran yang sama kuat derajat ke
Qur’anannya. Bacaan ini, masing-masing boleh di baca siapapun meski pembaca
atau pendengarnya tidak mengerti. Contohnya, bacaan عَليهمْ -و عليهمُ – عليهُم
. Boleh mambaca salah satunya, asalkan bacaannya menjalur pada satu model
bacaan, tidak campur dengan bacaannya Imam Tujuh. Contoh lagi, (ملك - مالك) mim panjang atau yang pendek boleh-boleh saja.
Contoh yang tidak boleh adalah (الدين يَومَ مَلَكَ), mungkin ini maknanya masih
sama dengan (الدين يومَ مَلكِ) tapi tidak boleh membaca (الدين يَومَ مَلَكَ)
karena ini bukan salah satu dari bacaannya Imam Tujuh.
B. LATAR BELAKANG TIMBULNYA PERBEDAAN
QIRA’AT
Beberapa faktor yang melatar belakangi timbulnya
perbedaan qira’at diantaranya yaitu :
- Perbedaan syakkal, harokat atau huruf. Karena mushaf mushaf terdahulu tidak menggunakan syakkal dan harokat, maka imam-imam qira’at membantu memberikan bentuk-bentuk qira’at.
- Nabi sendiri melantunkan berbagai versi qira’ah didepan sahabat-sahabatnya. Seperti dalah suatu hadis:
3. Adanya pengakuan nabi (takrir) terhadap
berbagai versi qira’ah para sahabatnya.
4. Perbedaan riwayat dari para sahabat
nabi menyangkut bacaan ayat-ayat tertentu.
5. Karen perbedaan dialek (lahjah) dari
berbagai unsur etnik dimasa nabi.
Jadi itulah beberapa faktor yang melatar belakangi
timbulnya perbedaan qira’at di kalangan umat islam.[1]
C.
DASAR
HUKUM
Agar Al-Qur’an mudah dibaca sebagian
kabilah arab yang kenyataannya pada masa itu mereka mempunyai tingkat yang
berbeda beda, maka Rosulullah membuat bacaaan Al-Qur’an dari Allh AWT untuk bacaan
bahasa yang mereka miliki. Banyak hadis-hadis nabi yang menerangkan bahwa Allah
telah mengizinkan bacaan Al Qur’an dengan tujuh wajah umat Islam mudah
membacanya. Karena itu
mushaf-mushaf dapat dibaca dengan berbagai qira’at sebagaimana dalam sabda Rosulullah
SAW yang artinya:
“sesungguhnya Al-qur’an ini diturunkan atasa tujuh huruf
(cara bacaan), maka bacalah (menurut) makna yang engkau anggap mudah.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Dalam sebuah hadis
lain juga dijelaskan yang berbunyi :
“Dari
Ibnu Abas RA ia berkata : Rasulullah bersabda : Jibril telah memberikan Al-Qur’an
kepadaku dengan satu huruf, lalu aku senantiasa mendesak dan berulang kali
meminta agar ditambah, dan ia menambahnya hingga sampai tujuh huruf” (HR.
Bukhori Muslim)
D.
MACAM–MACAM QIRA’AT
Berkenaan dengan Qira’at ini terdapat bermacam-macam
Qira’at dan yang masyhur ada 7 macam, dikenal dengan sebutan qira’ah Sab’ah,
suatu qira’at yang dibangsakan kepada tujuh imam Qira’at yaitu :
As-Suyuti mengutip Ibnu Al-Jazari yang mengelompokkan
qira’ah berdasarkan sanad kepada enam macam, diantaranya :
1.
Qira’ah Mutawatir, yaitu Qira’ah yang periwayatannya
melalui beberapa orang, seperti Qira’ah Sab’ah yang menurut jumhhur ulama’
Qira’ah sab’ah ini semua riwatnya adalah mutawatir,[2] para imam yang termasuk dalam
Qira’ah sab’ah adalah:
a. Nafi’ bin Abdurrahman (w.169 H.) di
Madinah
Nama
lengkapnya adalah Abu Ruwaim Nafi’ ibnu Abdurrahman ibnu Abi Na’im al-Laitsy,
asalnya dari Isfahan. Dengan kemangkatan Nafi’ berakhirlah kepemimpinan para
qari di Madinah al-Munawwarah. Beliau wafat pada tahun 169 H. Perawinya adalah
Qalun wafat pada tahun 12 H, dan Warasy wafat pada tahun 197 H.
Syaikh
Syathiby mengemukakan: “Nafi’ seorang yang mulia lagi harum namanya, memilih
Madinah sebagai tempat tinggalnya. Qolun atau Isa dan Utsman alias Warasy,
sahabat mulia yang mengembangkannya.
b. Ashim bin Abi Nujud Al-asady (w. 127
H.) di Kufah
Nama
lengkapnya adalah ‘Ashim ibnu Abi an-Nujud al-Asady. Disebut juga dengan Ibnu
Bahdalah. Panggilannya adalah Abu Bakar, ia adalah seorang tabi’in yang wafat
pada sekitar tahun 127-128 H di Kufah. Kedua Perawinya adalah; Syu’bah wafat
pada tahun 193 H dan Hafsah wafat pada tahun 180 H.
Kitab
Syathiby dalam sya’irnya mengatakan: “Di Kufah yang gemilang ada tiga
orang. Keharuman mereka melebihi wangi-wangian dari cengkeh Abu Bakar atau
Ashim ibnu Iyasy panggilannya. Syu’ba perawi utamanya lagi terkenal pula si
Hafs yang terkenal dengan ketelitiannya, itulah murid Ibnu Iyasy atau Abu Bakar
yang diridhai.
c. Hamzah bin Habib At-Taymy (w. 158
H.) di Kufah
Nama
lengkapnya adalah Hamzah Ibnu Habib Ibnu ‘Imarah az-Zayyat al-Fardhi ath-Thaimy
seorang bekas hamba ‘Ikrimah ibnu Rabi’ at-Taimy, dipanggil dengan Ibnu ‘Imarh,
wafat di Hawan pada masa Khalifah Abu Ja’far al-Manshur tahun 158 H. Kedua
perawinya adalah Khalaf wafat tahun 229 H. Dan Khallad wafat tahun 220 H.
dengan perantara Salim.
Syatiby
mengemukakan: “Hamzah sungguh Imam yang takwa, sabar dan tekun dengan
Al-Qur’an, Khalaf dan Khallad perawinya, perantaraan Salim meriwayatkannya.
d. Ibnu amir al- yahuby (w. 118 H.) di
Syam
Nama
lengkapnya adalah Abdullah al-Yahshshuby seorang qadhi di Damaskus pada masa
pemerintahan Walid ibnu Abdul Malik. Pannggilannya adalah Abu Imran. Dia adalah
seorang tabi’in, belajar qira’at dari Al-Mughirah ibnu Abi Syihab al-Mahzumy
dari Utsman bin Affan dari Rasulullah SAW. Beliau Wafat di Damaskus pada tahun
118 H. Orang yang menjadi murid, dalam qira’atnya adalah Hisyam dan Ibnu
Dzakwan.
Dalam
hal ini pengarang Asy-Syathiby mengatakan: “Damaskus tempat tinggal Ibnu
‘Amir, di sanalah tempat yang megah buat Abdullah. Hisyam adalah sebagai
penerus Abdullah. Dzakwan juga mengambil dari sanadnya.
e. Abdullah Ibnu Katsir (w. 130 H.) di
Makkah
Nama
lengkapnya adalah Abu Muhammad Abdullah Ibnu Katsir ad-Dary al-Makky, ia adalah
imam dalam hal qira’at di Makkah, ia adalah seorang tabi’in yang pernah hidup
bersama shahabat Abdullah ibnu Jubair. Abu Ayyub al-Anshari dan Anas ibnu
Malik, dia wafat di Makkah pada tahun 130 H. Perawinya dan penerusnya adalah
al-Bazy wafat pada tahun 250 H. dan Qunbul wafat pada tahun 291 H.
Asy-Syathiby
mengemukakan: “Makkah tempat tinggal Abdullah. Ibnu Katsir panggilan kaumnya.
Ahmad al-Bazy sebagai penerusnya. Juga….. Muhammad yang disebut Qumbul namanya.
f. Abu Amr Ibnul Ala (w. 154 H) di
Basrah
Nama
lengkapnya adalah Abu ‘Amr Zabban ibnul ‘Ala’ ibnu Ammar al-Bashry, sorang guru
besar pada rawi. Disebut juga sebagai namanya dengan Yahya, menurut sebagian
orang nama Abu Amr itu nama panggilannya. Beliau wafat di Kufah pada tahun 154
H. Kedua perawinya adalah ad-Dury wafat pada tahun 246 H. dan as-Susy wafat
pada tahun 261 H.
Asy-Syathiby
mengatakan: “Imam Maziny dipanggil orang-orang dengan nama Abu ‘Amr al-Bashry,
ayahnya bernama ‘Ala, Menurunkan ilmunya pada Yahya al-Yazidy. Namanya terkenal
bagaikan sungai Evfrat. Orang yang paling shaleh diantara mereka, Abu Syua’ib
atau as-Susy berguru padanya.
g. Abu Ali Al- Kisa’i (w. 189 H) di
Kufah
Nama
lengkapnya adalah Ali Ibnu Hamzah, seorang imam nahwu golongan Kufah. Dipanggil
dengan nama Abul Hasan, menurut sebagiam orang disebut dengan nama Kisaiy
karena memakai kisa pada waktu ihram. Beliau wafat di Ranbawiyyah yaitu
sebuah desa di Negeri Roy ketika ia dalam perjalanan ke Khurasan bersama
ar-Rasyid pada tahun 189 H. Perawinya adalah Abul Harits wafat pada tahun 424
H, dan ad-Dury wafat tahun 246 H.[3]
2. Qiroa’at Masyhur, yaitu qiro’ah yang memiliki sanad sohih, tetapi
tidak sampai pada kualitas mutawatir, sesuai dengan kaidah bahasa Arab dan
tulisan mushaf Usmani, masyhur di kalangan ahli qiro’ah dan tidak
termasuk qiro’ah yang keliru dan menyimpang. Misalnya qiro’at
dari imam yang tujuh yang disampaikan melalui jalur berbeda-beda. Sebagian
perawi misalnya meriwayatkan dari Imam Tujuh, sementara yang lainnya tidak.
Qiro’at semacam ini banyak di jumpai kitab-kitab Qiro’ah misalnya At-taisir
karya Ad-dani, Qashidah karya As-Syatibi, Au’iyyah Annasr Fi Qiro’ah
Al-Asyr dan Taqrib An-Nasyr, keduanya karya Ibnu Al-Jaziri. Menurut
AlZarqani dan Subhi Al-Sholih kedua tingkatan Muttawatir dan Masyhur sah
Bacaannya dan wajib meyakininya serta tidak mengingkari sedikitpun dari
padanya.
3. Qiroat Ahad, yaitu qiro’at yang sanadnya sohih tetapi tulisannya tidak
cocok dengan tulisan mushaf usmani yang juga tidak selaras dengan kaidah bahasa
arab. Qiro’at ini tidak boleh untuk membaca al-qur’an.
4. Qiro’at Syadz, yaitu yaitu qiro’ah yang sanadnya tidak sohih. Contoh:ملك يوم الدين (di baca malaka yauma)
5. Qira’ah maudlu’ (palsu), Qira’ah ini tdak boleh untuk membaca Al-Qur’an.
6. Qira’ah mudraj yaitu qira’at
yang didalamnya terdapat kata atau kalimat tambahan yang biasanya dijadikan
penafsiran bagi ayat Al-quran .
Kedua qira’at diatas (maudlu dan mudraj) tidak dapat dijadikan pegangan dalam baca’an
Al-Qur’an.[4]
Jika ditinjau dari segi para pembacanya ( Qurro’ ) Qira’ah dibagi atas :
1.
Qiro’ah Sab’ah : yang di sandarkan pada Imam Tujuh
ahli qira’a, yaitu qira’ah yang telah disebutkan diatas. Ada dua alasan kenapa
di sebut qira’ah sab’ah:
Pertama : ketika kholifah Utsman menirim ke
berbagai daerah itu berjumlah tujuh buah yang masing-masing disertai dengan
ahli qira’ah yang mengajarkan. Nama Sab’ah berasal dari jumlah qurro’ yang
mengajarkan yaitu Sab’ah (tujuh).
Kedua : tujuh qira’ah itu adalah qira’at
yang sama dengan tujuh cara (dialek) bacaan diturunkannya Al-qur’an. Dua
pendapat diatas di sampaikan oleh Prof. Dr. H. Abdul Djalal H.A. yang mengutip
dari pendapat Imam Al-Maliki.
2.
Qir’ah Asyrah : qira’ah yang di sandarkan kepada
sepuluh orang ahli qra’ah, yaitu tujuh orang yang sudah tersebut dalam qira’ah
sab’ah di tambah dengan tiga orang, yaitu:
a.
Abu Ja’far Yazid Ibnul Qa’qa Al-qari (w. 130 H.) di Madinah
b.
Abu Muhammad Ya’ Qub bin Ishaal-Hadhary (w. 205 H.) di
Basrah
c.
Abu Muhammad Kholf bin Hisyam Al-A’masyy (w. 229 H.)
Menurut
sebagian ulama’, pembatasan terhadap tujuh ahli qira’at kurang tepat, karna
masih banyak orang (ulama’) lain yang juga mamahami dan pandai tentang qira’at.
3.
Qira’ah Arba’a Asyrata : yaitu qira’ah yang di sandarkan kepada
14 ahli qira’ah yang megajarkannya, sepuluh ahli qira’ah yang telah di tulis di
tambah dengan empat orang, yaitu:
a. Hasan Al-Bashri (w. 110 H.) di
Basrah
b. Ibnu Muhaish (w. 123 H.)
c. Yahya Ibnu Mubarok Al- Yazidy (w.
202 H.) di Baghdad
d. Abu Faroj Ibnul Ahmad Asy-Syambudzy
(w. 388 H.) di Baghdad. [5]
E.
HIKMAH
MEMPELAJARI QIRA’AT
Dengan
bervariasinya Qira’at, maka banyak sekali manfaat atau faedahnya, diantaranya:
1.
Menunjukkan betapa terpelihara dan terjaganya kitab Allah
dari perubahan dan penyimpangan.
2.
Meringankan umat Islam dan memudahkan mereka untuk membaca
al-Qur’an.
3.
Untuk mempersatukan umat islam diatas
dasr bahasa yang satu.
4.
Bukti kemukjizatan al-Qur’an dari segi kepadatan makna,
karena setiap qira’at menunjukkan sesuatu hukum syara tertentu tanpa perlu
pengulangan lafadz.
5.
Untuk menjelaskan suatu hukum dari
beberapa hukum.
6.
Untuk menjelaskan sebagian lafad yang
mubham (samar).
7.
Memperbesar pahala.[6]
BAB
III
PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami buat. Kami menyadari
dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan.
Untuk itu kritik dan saran yang konstruktif sangat saya harapkan demi
kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan
sedikit manfaat bagi pembaca pada umumnya dan pemakalah pada khususnya. Aamiin.
KESIMPULAN
Jadi dari
uraian diatas menunjukkan bersarnya pengaruh qira’at dalam proses menetapkan
hukum. Sebagian qira’at bisa berfungsi sebagai penjelasan kepada ayat yang
mujmal (bersifat global) menurut qira’at yang
lain atau penafsiran dan penjelasan pada maknanya.
Selain itu kita
juga bisa mengetahui macam-amcam qira’at dan Imam-imamnya, dan pengetahuan
tentang berbagai qira’at sangat perlu bagi seorang yang hendak mengistinbat
hukum dari ayat-ayat Al-qur’an pada khususnya dan mentafsirkannya pada umumnya,
serta bisa mengetahui hikmah dari adanya
qira’at.
DAFTAR
PUSTAKA
Chalik, Abdul, Chaerudji. Ulumul Al-Qur’an. Diadit Media. Jakarta
Pusat. 2007
Syadali Ahmad, Rofi’i Ahmad. Ulumul
Qur’an I. Pustaka Seyia. Bandung. 2000
[1] A. Chaerudji Abdul Chalik, Ulumul Al-Qur’an, Jakarta : Diadit
Media, 2007. Hal. 177-178
[2] Ahmad Syadali dan ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an I, Bandung : Pustka Setia,
2000. hal. 228
[3] A. Chaerudji Abdul Chalik, Op.cit., Hal. 173-175
[4] Ahmad Syadali dan ahmad Rofi’i, Op.cit., hal. 228-230
[5] Ibid.,
Hal. 227
[6] A. Chaerudji Abdul Chalik, Op. Cit., Hal. 179-183
Berikan Komentar
<i>KODE</i>
<em>KODE YANG LEBIH PANJANG</em>
Notify me
untuk mendapatkan notifikasi balasan komentar melalui Email.