Pertempuran Surabaya merupakan kejadian sejarah perang antara pihak tentara Indonesia serta pasukan Britania Raya. Peristiwa besar ini terjadi pada tanggal 10 November 1945 pada Kota Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran ini yakni perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan janggal selesainya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia serta satu pertempuran terbesar serta terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.
DAFTAR ISI
KRONOLOGI PERISTIWA PERTEMPURAN SURABAYA
Kedatangan Tentara Jepang ke Indonesia
Tanggal 1 Maret 1942, tentara Jepang mendarat pada Pulau Jawa, dan tujuh hari lalu lepas 8 Maret 1945, pemerintah kolonial Belanda mengalah tanpa kondisi pada Jepang berdasarkan perjanjian Kalidjati. Setelah penyerahan tanpa kondisi tesebut, Indonesia secara resmi diduduki sang Jepang.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Tiga tahun kemudian, Jepang mengalah tanpa syarat kepada sekutu selesainya dijatuhkannya bom atom (oleh Amerika Serikat) di Hiroshima serta Nagasaki. Peristiwa itu terjadi dalam bulan Agustus 1945. Dalam kekosongan kekuasaan absurd tersebut, Soekarno lalu memproklamirkan kemerdekaan Indonesia dalam 17 Agustus 1945.
Kedatangan Tentara Inggris & Belanda
Setelah kekalahan pihak Jepang, warga serta pejuang Indonesia berupaya melucuti senjata para tentara Jepang. Maka timbullah pertempuran-pertempuran yg memakan korban di banyak wilayah. Ketika gerakan buat melucuti pasukan Jepang sedang berkobar, lepas 15 September 1945, tentara Inggris mendarat pada Jakarta, lalu mendarat pada Surabaya pada 25 Oktober 1945. Tentara Inggris datang ke Indonesia tergabung pada AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) atas keputusan serta atas nama Blok Sekutu, dengan kiprah buat melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan perang yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya.
Namun selain itu tentara Inggris yang tiba juga membawa misi mengembalikan Indonesia kepada manajemen pemerintahan Belanda menjadi negeri jajahan Hindia Belanda. NICA (Netherlands Indies Civil Administration) ikut membonceng beserta rombongan tentara Inggris buat tujuan tadi. Hal ini memicu gejolak rakyat Indonesia serta memunculkan pergerakan perlawanan rakyat Indonesia pada mana-mana melawan tentara AFNEI serta pemerintahan NICA.
Kedatangan Sekutu di Surabaya
Pasca proklamasi kemerdekaan, para cowok Surabaya berhasil memperoleh senjata berdasarkan tentara Jepang. Selain itu, gerakan cowok pula diorganisir sedemikian rupa, sebagai akibatnya mereka siap menghadapi poly sekali bahaya yang tiba berdasarkan mana pun. Pada lepas 25 Oktober 1945, Brigade 49 menurut Divisi 23 Sekutu yg berkekuatan sekitar 5.000 tentara mendarat pada Surabaya di bawah pimpinan Brigadir Aulbertin Walter Sothern Mallaby. Setibanya di Surabaya, mereka segera masuk ke pada kota dan mendirikan pos pertahanan di delapan loka. Awalnya, mereka ingin segera melucuti seluruh persenjataan yg sudah dikuasai masyarakat, tetapi sebab yakni memperoleh tetangan keras dari pemimpin Indonesia pada Surabaya, alhasil mereka mengalah.
Tanggal 26 Oktober 1945, dicapai konvensi antara pimpinan Indonesia dengan Brigadir Mallaby, yang isinya diantaranya:
- Yang dilucuiti senjata-senjatanya hanya Tentara Jepang.
- Tentara Inggris selaku wakil sekutu akan membantu Indonesia dalam pemeliharaan keamanan serta perdamaian.
- Setelah semua senjata Tentara Jepang dilucuti, mereka akan diangkut melalui laut.
Meskipun kesepakatan gres saja tercapai, Sekutu justru mengingkarinya. Pada malam hari lepas 26 Oktober 1945, Sekutu menyerang penjara Kalisolok. Tentara Sekutu membebaskan Kolonel Huiyer, seorang perwira Belanda bersama beberapa tentara Belanda yang ditawan pasukan Indonesia. Pada lepas 27 Oktober pukul 11.00 pagi, sebuah pesawat Dakota melintas berdasarkan Jakarta, atas perintah Mayjen Hawthorn pesawat itu menyebarkan pamflet yan isinya yakni perintah penyerahan senjata yg dimiliki rakyat Indonesia kepada Tentara Sekutu. Dalam saat dua×24 jam semua senjata harus sudah diserahkan, dan bagi yg masih membawa senjata melewati batas saat itu akan ditembak pada loka. Hal ini jelas bertentangan menggunakan konvensi sehari sebelumnya, yg telah disetujui Mallaby.
Dikabarkan Mallaby sempat terkejut menggunakan adanya pamflet tersebut, tetapi beliau permanen mematuhi perintah pimpinannya pada Jakarta, serta segera memerintahkan pasukannya buat melucuti senjata rakyat Surabaya. Rakyat Surabaya menilai pihak Inggris sudah melanggar perjanjian. Akhirnya, pimpinan militer pada Surabaya menawarkan perintah buat menyerbu semua pos pertahanan Inggris. Pada waktu yang hampir bersamaan para pemimpin Nahdlatul Ulama serta Masyumi menyatakan bahwa perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia yakni Perang Sabil, maka suatu kewajiban yang melekat dalam seluruh muslim. Para Kyai dan santri lalu mulai bergerak berdasarkan pesantren-pesantren di Jawa Timur menuju ke Surabaya.
INSIDEN YANG TERJADI
Insiden di Hotel Yamato, Tunjungan, Surabaya
Setelah munculnya maklumat pemerintah Indonesia tanggal 31 Agustus 1945 yg tetapkan bahwa mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Saka Merah Putih dikibarkan terus di seluruh daerah Indonesia, gerakan pengibaran bendera tersebut makin meluas ke segenap pelosok kota Surabaya. Klimaks gerakan pengibaran bendera di Surabaya terjadi dalam insiden perobekan bendera di Yamato Hoteru / Hotel Yamato (bernama Oranje Hotel atau Hotel Oranye pada zaman kolonial, sekarang berjulukan Hotel Majapahit) di Jl. Tunjungan no. 65 Surabaya.
Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.ch Ploegman dalam sore hari lepas 18 September 1945, tepatnya pukul 21.00, mengibarkan bendera Belanda (Merah-Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang dalam taraf teratas Hotel Yamato, sisi sebelah utara. Keesokan harinya para cowok Surabaya melihatnya serta sebagai marah karena yakni mereka menduga Belanda sudah menghina kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan kekuasan pulang pada Indonesia, dan melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih yang sedang berlangsung pada Surabaya.
Tak usang setelah mengumpulnya massa di Hotel Yamato, Residen Sudirman, pejuang serta diplomat yang ketika itu menjabat sebagai Wakil Residen (Fuku Syuco Gunseikan) yang masih diakui pemerintah Dai Nippon Surabaya Syu, sekaligus sebagai Residen Daerah Surabaya Pemerintah RI, datang melewati kerumunan massa kemudian masuk ke hotel Yamato dikawal Sidik serta Hariyono. Sebagai perwakilan RI ia berunding dengan Mr. Ploegman dan mitra-kawannya serta meminta semoga bendera Belanda segera diturunkan dari gedung Hotel Yamato. Dalam perundingan ini Ploegman menolak buat menurunkan bendera Belanda dan menolak untuk mengakui kedaulatan Indonesia. Perundingan berlangsung memanas, Ploegman mengeluarkan pistol, serta terjadilah perkelahian pada ruang negosiasi.
Ploegman mangkat dicekik oleh Sidik, yang kemudian pula tewas sang tentara Belanda yg berjaga-jaga serta mendengar letusan pistol Ploegman, sementara Sudirman serta Hariyono melarikan diri ke luar Hotel Yamato. Sebagian cowok berebut naik ke atas hotel buat menurunkan bendera Belanda. Hariyono yg semula beserta Sudirman pulang ke dalam hotel dan terlibat pada pemanjatan tiang bendera dan beserta Kusno Wibowo berhasil menurunkan bendera Belanda, merobek pecahan birunya, dan mengereknya ke zenit tiang bendera pulang menjadi bendera Merah Putih. Setelah insiden pada Hotel Yamato tadi, pada tanggal 27 Oktober 1945 meletuslah pertempuran pertama antara Indonesia melawan tentara Inggris . Serangan-agresi mini tadi pada kemudian hari berkembang menjadi serangan umum yg poly memakan korban jiwa di ke 2 belah pihak Indonesia dan Inggris, sebelum alhasil Jenderal D.C. Hawthorn meminta tunjangan Presiden Sukarno buat meredakan situasi.
Pasca Presiden serta rombongan kembali ke Jakarta, di beberapa loka masih terjadi pertempuran, sekali pun sudah diumumkan genjatan senjata. Untuk menghentikan pertempuran, para anggota Kontak Biro menurut ke 2 belah pihak mulai mendatangi lokasi-lokasi yang masih terjadi pertempuran. Pada pukul 17.00, tanggal 30 Oktober, seluruh anggota Kontak Biro pulang gotong royong menuju satu lokasi pertempuran. Tempat terakhir ini yakni Gedung Bank Internatio di Jembatan Merah. Gedung ini masih diduduki pasukan Inggris, dan pemuda-pemuda masih mengepungnya. Setibanya di lokasi pertempuran, pemuda-pemuda menuntut agar pasukan Mallaby menyerah. Mallaby nir mampu menerima tuntutan itu. Setelah penolakan tersebut, terjadi peristiwa standar tembak yang mengakibatkan tewasnya Mallaby, Komadan Brigade 49 di Surabaya. Inggris menyalahkan pihak Indonesia yang telah melanggar gencatan senjata serta membunuh Mallaby.
Dari poly sekali kesaksian mantan perwira Inggris pada tempat peristiwa, ternyata yg memulai tembakan yakni pihak Inggris, sesuai kesaksian Mayor Gopal tahun 1974. Penyebab tewasnya Mallaby sendiri masih menjadi rahasia. Ada yg membicarakan tertusuk bayonet serta bambu runcing pemuda, tetapi dari surat menurut Capt Smith kepada Parrot tahun 1973-1974, kemungkinan besar Mallaby terbunuh alasannya adalah yakni ledakan granat yg dilempar pengawalnya sendiri.
Ultimatum 10 November 1945
Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya, Mayor Jenderal Mansergh mengeluarkan ultimatum yg menyebutkan bahwa seluruh pimpinan serta orang Indonesia yg bersenjata wajib melapor serta meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan serta menyerahkan diri menggunakan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum yakni jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945. Ultimatum tersebut kemudian dipercaya menjadi penghinaan bagi para pejuang serta rakyat yg sudah menciptakan banyak badan-badan bisnis / milisi. Ultimatum tadi ditolak sang pihak Indonesia dengan alasan bahwa Republik Indonesia waktu itu telah berdiri, serta Tentara Keamanan Rakyat (TKR) juga sudah dibentuk sebagai pasukan negara. Selain itu, banyak organisasi usaha bersenjata yang sudah dibuat masyarakat, termasuk pada kalangan pemuda, mahasiswa serta pelajar yg menentang masuknya pulang pemerintahan Belanda yg memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia.
Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan agresi berskala besar , yg diawali dengan bom udara ke gedung-gedung pemerintahan Surabaya, serta lalu mengerahkan sekitar 30.000 infanteri, sejumlah pesawat terbang, tank, serta kapal perang. Berbagai pecahan kota Surabaya dibombardir dan ditembak dengan meriam menurut laut dan darat. Perlawanan pasukan dan milisi Indonesia lalu berkobar di seluruh kota, menggunakan tunjangan yg aktif berdasarkan penduduk. Terlibatnya penduduk dalam pertempuran ini mengakibatkan ribuan penduduk sipil jatuh sebagai korban dalam agresi tadi, baik mati mupun terluka.
Di luar dugaan pihak Inggris yang menganggap bahwa perlawanan di Surabaya sanggup ditaklukkan dalam tempo 3 hari, para tokoh rakyat menyerupai penggagas belia Bung Tomo yang bertenaga akbar pada masyarakat terus menggerakkan semangat perlawanan pemuda-pemuda Surabaya sebagai akibatnya perlawanan terus berlanjut di tengah agresi skala akbar Inggris. Tokoh-tokoh kepercayaan yg terdiri dari kalangan ulama serta kyai-kyai pondok Jawa menyerupai KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah dan kyai-kyai pesantren lainnya juga mengerahkan santri-santri mereka dan warga sipil sebagai milisi perlawanan (dalam waktu itu rakyat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh serta taat kepada para kyai) sebagai akibatnya perlawanan pihak Indonesia berlangsung usang, berdasarkan hari ke hari, hingga berdasarkan ahad ke ahad lainnya. Perlawanan warga yang dalam awalnya dilakukan secara spontan serta tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran skala besar ini mencapai ketika sampai 3 minggu, sebelum semua kota Surabaya alhasil jatuh di tangan pihak Inggris.
Setidaknya 6,000 pejuang menurut pihak Indonesia mangkat serta 200,000 warga sipil mengungsi dari Surabaya. Korban menurut pasukan Inggris dan India kira-kira sejumlah 600. Pertempuran berdarah pada Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut sudah menggerakkan perlawanan warga di semua Indonesia untuk mengusir penjajah serta mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur serta masyarakat sipil yg menjadi korban pada hari 10 November ini lalu dikenang sebagai Hari Pahlawan sang Republik Indonesia sampai kini .
Tanggal 10 November 1945 pukul 06.00, setelah habisnya saat ultimatum, Inggris mulai menggempur Surabaya dengan seluruh armada darat, bahari, dan udara. Pemboman secara brutal pada hari pertama telah mengakibatkan korban yg sangat akbar. Di pasar Turi, ratusan orang meninggal dan luka-luka. Inggris pula berhasil menguasai garis pertama pertahanan rakyat Surabaya. Rakyat Surabaya tidak tinggal diam, mereka melaksanakan perlawanan atas serangan tersebut. Pertempuran yang tidak seimbang selama 3 ahad sudah menyebabkan lebih kurang 20.000 warga Surabaya menjadi korban, sebagian besar yakni warga sipil. Selain itu, diperkirakan 150.000 orang terpaksa meninggalkan kota Surabaya, yang hampir musnah total terkena serangan Sekutu. Sementara di pihak Inggris tercatat 1.500 tentara Inggris mati, hilang, serta luka-luka.
Pertempuran terakhir terjadi pada Gunungsari, dalam lepas 28 November 1945, tetapi perlawanan secara sporadis masih dilakukan setelah itu. Sebagai penghormatan atas jasa para satria yg menggunakan berperang menggunakan gigih melawan Sekutu pada Surabaya, lepas 10 November 1946 Soekarno menetapkan tanggal 10 November menjadi Hari Pahlawan. Tindakan Inggris untuk menghukum pasukan Indonesia pada Surabaya, dipercaya Mansergh menjadi hukuman yang pantas atas pelanggaran terhadap peradaban. Akan namun, tindakan yang dilakukan oleh Inggris pada lepas 10 November, justru mencerminkan tindakan pelanggaran terhadap peradaban serta humanisme secara nyata. Kematian Mallaby seakan hanya dijadikan Casus Belli, buat menghancurkan kekuatan militer Indonesia pada Surabaya.
Selain itu, pertempuran Surabaya, dimanfaatkan buat memenuhi perjanjian bilateral mereka menggunakan Belanda serta menjalankan keputusan Konferensi Yalta yakni pengembalian situasi dalam Status Quo, menyerupai sebelum pencaplokan Jepang. Pertempuran Surabaya berakhir dengan kekalahan pihak Indonesia. Akan namun, perang tersebut menerangkan bahwa warga Indonesia rela berkorban demi mempertahankan kemerdekaan mereka, meskipun wajib dibayar dengan nyawa.
Hotel Oranye |
TEWASNYA MALLABY
Pasca Presiden serta rombongan kembali ke Jakarta, di beberapa loka masih terjadi pertempuran, sekali pun sudah diumumkan genjatan senjata. Untuk menghentikan pertempuran, para anggota Kontak Biro menurut ke 2 belah pihak mulai mendatangi lokasi-lokasi yang masih terjadi pertempuran. Pada pukul 17.00, tanggal 30 Oktober, seluruh anggota Kontak Biro pulang gotong royong menuju satu lokasi pertempuran. Tempat terakhir ini yakni Gedung Bank Internatio di Jembatan Merah. Gedung ini masih diduduki pasukan Inggris, dan pemuda-pemuda masih mengepungnya. Setibanya di lokasi pertempuran, pemuda-pemuda menuntut agar pasukan Mallaby menyerah. Mallaby nir mampu menerima tuntutan itu. Setelah penolakan tersebut, terjadi peristiwa standar tembak yang mengakibatkan tewasnya Mallaby, Komadan Brigade 49 di Surabaya. Inggris menyalahkan pihak Indonesia yang telah melanggar gencatan senjata serta membunuh Mallaby.
Dari poly sekali kesaksian mantan perwira Inggris pada tempat peristiwa, ternyata yg memulai tembakan yakni pihak Inggris, sesuai kesaksian Mayor Gopal tahun 1974. Penyebab tewasnya Mallaby sendiri masih menjadi rahasia. Ada yg membicarakan tertusuk bayonet serta bambu runcing pemuda, tetapi dari surat menurut Capt Smith kepada Parrot tahun 1973-1974, kemungkinan besar Mallaby terbunuh alasannya adalah yakni ledakan granat yg dilempar pengawalnya sendiri.
Mobil Mallaby Terbakar Terkena Ledakan Granat |
Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya, Mayor Jenderal Mansergh mengeluarkan ultimatum yg menyebutkan bahwa seluruh pimpinan serta orang Indonesia yg bersenjata wajib melapor serta meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan serta menyerahkan diri menggunakan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum yakni jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945. Ultimatum tersebut kemudian dipercaya menjadi penghinaan bagi para pejuang serta rakyat yg sudah menciptakan banyak badan-badan bisnis / milisi. Ultimatum tadi ditolak sang pihak Indonesia dengan alasan bahwa Republik Indonesia waktu itu telah berdiri, serta Tentara Keamanan Rakyat (TKR) juga sudah dibentuk sebagai pasukan negara. Selain itu, banyak organisasi usaha bersenjata yang sudah dibuat masyarakat, termasuk pada kalangan pemuda, mahasiswa serta pelajar yg menentang masuknya pulang pemerintahan Belanda yg memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia.
Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan agresi berskala besar , yg diawali dengan bom udara ke gedung-gedung pemerintahan Surabaya, serta lalu mengerahkan sekitar 30.000 infanteri, sejumlah pesawat terbang, tank, serta kapal perang. Berbagai pecahan kota Surabaya dibombardir dan ditembak dengan meriam menurut laut dan darat. Perlawanan pasukan dan milisi Indonesia lalu berkobar di seluruh kota, menggunakan tunjangan yg aktif berdasarkan penduduk. Terlibatnya penduduk dalam pertempuran ini mengakibatkan ribuan penduduk sipil jatuh sebagai korban dalam agresi tadi, baik mati mupun terluka.
Di luar dugaan pihak Inggris yang menganggap bahwa perlawanan di Surabaya sanggup ditaklukkan dalam tempo 3 hari, para tokoh rakyat menyerupai penggagas belia Bung Tomo yang bertenaga akbar pada masyarakat terus menggerakkan semangat perlawanan pemuda-pemuda Surabaya sebagai akibatnya perlawanan terus berlanjut di tengah agresi skala akbar Inggris. Tokoh-tokoh kepercayaan yg terdiri dari kalangan ulama serta kyai-kyai pondok Jawa menyerupai KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah dan kyai-kyai pesantren lainnya juga mengerahkan santri-santri mereka dan warga sipil sebagai milisi perlawanan (dalam waktu itu rakyat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh serta taat kepada para kyai) sebagai akibatnya perlawanan pihak Indonesia berlangsung usang, berdasarkan hari ke hari, hingga berdasarkan ahad ke ahad lainnya. Perlawanan warga yang dalam awalnya dilakukan secara spontan serta tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran skala besar ini mencapai ketika sampai 3 minggu, sebelum semua kota Surabaya alhasil jatuh di tangan pihak Inggris.
Setidaknya 6,000 pejuang menurut pihak Indonesia mangkat serta 200,000 warga sipil mengungsi dari Surabaya. Korban menurut pasukan Inggris dan India kira-kira sejumlah 600. Pertempuran berdarah pada Surabaya yang memakan ribuan korban jiwa tersebut sudah menggerakkan perlawanan warga di semua Indonesia untuk mengusir penjajah serta mempertahankan kemerdekaan. Banyaknya pejuang yang gugur serta masyarakat sipil yg menjadi korban pada hari 10 November ini lalu dikenang sebagai Hari Pahlawan sang Republik Indonesia sampai kini .
Photo Brigadir Jenderal Mallaby |
PERTEMPURAN DISURABAYA
Tanggal 10 November 1945 pukul 06.00, setelah habisnya saat ultimatum, Inggris mulai menggempur Surabaya dengan seluruh armada darat, bahari, dan udara. Pemboman secara brutal pada hari pertama telah mengakibatkan korban yg sangat akbar. Di pasar Turi, ratusan orang meninggal dan luka-luka. Inggris pula berhasil menguasai garis pertama pertahanan rakyat Surabaya. Rakyat Surabaya tidak tinggal diam, mereka melaksanakan perlawanan atas serangan tersebut. Pertempuran yang tidak seimbang selama 3 ahad sudah menyebabkan lebih kurang 20.000 warga Surabaya menjadi korban, sebagian besar yakni warga sipil. Selain itu, diperkirakan 150.000 orang terpaksa meninggalkan kota Surabaya, yang hampir musnah total terkena serangan Sekutu. Sementara di pihak Inggris tercatat 1.500 tentara Inggris mati, hilang, serta luka-luka.
Pertempuran terakhir terjadi pada Gunungsari, dalam lepas 28 November 1945, tetapi perlawanan secara sporadis masih dilakukan setelah itu. Sebagai penghormatan atas jasa para satria yg menggunakan berperang menggunakan gigih melawan Sekutu pada Surabaya, lepas 10 November 1946 Soekarno menetapkan tanggal 10 November menjadi Hari Pahlawan. Tindakan Inggris untuk menghukum pasukan Indonesia pada Surabaya, dipercaya Mansergh menjadi hukuman yang pantas atas pelanggaran terhadap peradaban. Akan namun, tindakan yang dilakukan oleh Inggris pada lepas 10 November, justru mencerminkan tindakan pelanggaran terhadap peradaban serta humanisme secara nyata. Kematian Mallaby seakan hanya dijadikan Casus Belli, buat menghancurkan kekuatan militer Indonesia pada Surabaya.
Selain itu, pertempuran Surabaya, dimanfaatkan buat memenuhi perjanjian bilateral mereka menggunakan Belanda serta menjalankan keputusan Konferensi Yalta yakni pengembalian situasi dalam Status Quo, menyerupai sebelum pencaplokan Jepang. Pertempuran Surabaya berakhir dengan kekalahan pihak Indonesia. Akan namun, perang tersebut menerangkan bahwa warga Indonesia rela berkorban demi mempertahankan kemerdekaan mereka, meskipun wajib dibayar dengan nyawa.
Tank Inggris Menggempur Surabaya |
Berikan Komentar
<i>KODE</i>
<em>KODE YANG LEBIH PANJANG</em>
Notify me
untuk mendapatkan notifikasi balasan komentar melalui Email.